NAMA JALAN
Kevin Lynch dalam bukunya Image of The City,
mengungkapkan bahwa ada 5 elemen pembentuk image kota secara fisik yaitu: path
(jalur), edges (tepian), district (kawasan), nodes (simpul), dan landmark
(penanda). Seiring berjalannya waktu, image dan identitas sebuah kota tidak
hanya dilihat dari aspek fisik semata, tapi juga non-fisik.
Begitu pula dengan salah satu elemen pembentuk
image kota versi Kevin Lynch di atas yaitu “Path
(jalur)” juga tidak hanya dapat dilihat dari aspek fisik, namun juga
non-fisik. Artinya keberadaan jalan (jalur/path)
tidak sekedar berfungsi mendukung kegiatan ekonomi dan menghubungkan satu
lokasi ke lokasi lainnya. Dilihat dari aspek non-fisik, elemen berupa ‘nama jalan’ yang dilekatkan pada fisik jalan
tersebut ternyata tak hanya sekedar menunjukkan identitas lokasi semata, namun juga
dapat berperan penting dalam mendukung fungsi sosial, budaya, dan sejarah (tidak
hanya mendukung fungsi ekonomi saja).
Kevin Lynch dalam Good City Form, mengungkapkan
bahwa “Identity is the extent to which a
person can recognize or recall a place as being distinct from other places as
having vivid, or unique, or at least a particular, character of its own”. Dengan
demikian, pemberian nama jalan juga dapat bertujuan agar masyarakat mampu
mengenali atau mengingat suatu tempat yang memiliki karakter/keunikan khusus serta
berbeda dengan tempat yang lain.
Ditjen BBM Kementerian PUPR menyatakan bahwa ketika
sebuah jalan diberikan nama jalan yang memiliki makna sejarah (nama pahlawan
nasional, kerajaan, peristiwa sejarah, dll), maka hal tersebut dapat berperan
sebagai museum peradaban yang dapat dikenang dan dihargai secara langsung oleh
lintas generasi ketika sedang berjalan kaki maupun berkendara melewati jalan
tersebut.
Ditjen BBM Kementerian PUPR lebih lanjut menegaskan
bahwa nama jalan dari sudut pandang sejarah dapat bermanfaat dalam menyebarkan
wawasan sejarah secara luas (transfer of
knowledge) secara berkesinambungan bagi masyarakat Indonesia lintas generasi
dan lintas budaya. Nama jalan yang memiliki unsur sejarah dapat menjadi
dokumentasi sejarah yang ditempatkan dalam ruang publik. Dengan demikian, fungsi
jalan naik kelas menjadi ruang publik yang memiliki makna lebih besar dari
semula.
Apabila diperhatikan, nama jalan dapat menjadi
jembatan yang dapat meningkatkan rasa keterhubungan dan keterikatan antara masa
lalu dengan masa kini, dapat meningkatkan kualitas hubungan bilateral antar negara/daerah,
dapat meningkatkan rasa keterikatan dengan ketokohan seseorang yang dijadikan
sebagai nama jalan, serta manfaat lainnya.
Pada skala internasional, Pemerintah Indonesia meresmikan
nama jalan tol layang Jakarta-Cikampek menjadi Jalan Layang MBZ (Mohamed Bin
Yazed) pada tahun 2021, sedangkan Pemerintah UEA meresmikan nama jalan Jokowi
di Abu Dhabi pada tahun 2020. Pemberian nama jalan secara resiprositas ini menegaskan
semakin eratnya hubungan antara Indonesia dan UEA.
Dalam skala antar provinsi di Indonesia, Gubernur
Jawa Barat 2017-2022 Ridwan Kamil memberi nama jalan Hayam Wuruk dan Majapahit
di Jawa Barat dan Gubernur DIY memberi nama Jalan Padjajaran. Nama jalan
tersebut memberi pesan perdamaian serta mematahkan pertentangan psikologis yang
selama ini dialami oleh masyarakat Sunda dan Jawa (mematahkan mitos Perang
Bubat tahun 1357 yang dapat mengganggu hubungan emosional suku Jawa dan Sunda).
Pada skala lokal, Pemprov DKI Jakarta pada
tahun 2021 mengganti nama Jalan Sungai Kendal menjadi nama Jalan Sekda
Saefullah dengan pertimbangan menghargai tokoh lokal yang berjasa membangun
daerah tersebut. Pemberian nama ini juga bermanfaat untuk meningkatkan rasa
keterikatan antara masyarakat dengan keteladanan tokoh lokal di daerah
tersebut.
Nama jalan yang berasal dari nama
pahlawan/tokoh nasional maupun tokoh lokal merupakan wujud apresiasi dan penghargaan
sekaligus upaya memperkenalkan keteladanan tokoh tersebut kepada masyarakat
luas. Walaupun demikian, nama jalan tidak terbatas hanya berupa nama pahlawan/tokoh
saja, namun juga dapat berupa peristiwa sejarah ataupun nama lain yang memilki
makna khusus.
Gubernur Jakarta 2017-2022 (Anies Baswedan) pernah
mengatakan bahwa pemberian nama jalan juga dapat menjadi salah satu upaya “…bagaimana membuat Jakarta menjadi kota
yang mencerminkan peristiwa-peristiwa penting dan tokoh-tokoh penting yang ada
di dalamnya. Sebuah kota bukan hanya berisi bangunan, sebuah kota itu berisi
berisi deretan peristiwa bersejarah yang ada di kota ini dan kota menjadi
seperti sekarang itu karena akumulasi pengalaman warganya dan pengalaman warga
ini melewati lintas waktu dari mulai pengalaman dijajah, pengalaman membebaskan
penjajahan, pengalaman mempertahankan kemerdekaan, sampai pengalaman untuk
mewujudkan cita-cita kemerdekaan.”
Mengutip kutipan di website PU, "Shakespeare pernah berkata, “What's in a name. A rose by any other name
would smell as sweet” (apalah arti sebuah nama, sebuah mawar apabila diberi nama lain
tetaplah harum)." Namun demikian ternyata "nama jalan" bagi bangsa Indonesia
memiliki makna khusus. Nama jalan sejatinya dapat mempersatukan elemen
masyarakat dan dapat pula memberikan edukasi sejarah bagi masyarakat, karena nama jalan dapat menjadi museum peradaban yang ditempatkan di ruang publik.
Referensi:
Kevin Lynch,
Kementerian PUPR https://binamarga.pu.go.id/index.php/article/mengingat-nama-pahlawan-melalui-nama-jalan
Kevin Lynch,
Kementerian PUPR https://binamarga.pu.go.id/index.php/article/mengingat-nama-pahlawan-melalui-nama-jalan