Monday, 7 January 2019

Korea 04 (1961-1980)


PERIODE 1961 - 1980
Pada tahun 1960-an, Korea Selatan (Korsel) termasuk sebagai salah satu negara termiskin di dunia. Gross National Income (GNI) per kapita Korsel saat itu di bawah US $100. Adapun perekonomiannya ketika itu berbasis pertanian. Lebih dari 60% pekerja bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sedangkan pekerja di sektor pertambangan dan manufaktur hanya sekitar 10%.

Pada tahun 1961, rezim militer di bawah pimpinan Park Chung Hee mengambil alih kekuasaan. Park Chung Hee menjalankan roda pemerintahan secara otokratis dan represif. Namun demikian komitmennya terhadap pembangunan ekonomi Korsel di kemudian hari diakui dunia dan telah menghasilkan "Miracle of the Han River". Di bidang ekonomi, Park Chung Hee mengandalkan para ekonom dan perencana. Karena sangat memprioritaskan pertumbuhan ekonomi negara, sehingga dia membentuk Economic Planning Board (EPB).

Beberapa poin penting selama 1961-1980:

  • Perekonomian Korsel saat itu sangat tergantung pada bantuan AS. Namun pengurangan bantuan AS pada tahun 1960-an membuat kebijakan substitusi impor yang diterapkan Pemerintah Korsel menjadi tidak efektif. Selanjutnya, Korsel beralih ke strategi lain yaitu export-oriented strategy (pembangunan yang berorientasi pada ekspor).
  • Program industrialisasi (rapid industrialization based on exports) diluncurkan dan dicantumkan dalam Five-Year Economic Development Plans pertama (1962-1966), kedua (1967-1971), ketiga (1972-1976), dan keempat (1977-1981).
  • Program pembangunan (economic development plan) ini membutuhkan modal yang sangat besar, sehingga EPB mencari dana dari negara lain. Karena AS tidak mendukung rencana dan strategi ekonomi Korsel, pemerintah kemudian mencari modal dari Jerman Barat. Pada tahun 1964, Jerman Barat memberikan perpanjangan bantuan pemerintah dan kredit komersial. 
  • Normalisasi hubungan dengan Jepang pada tahun 1965 juga membuat dana Jepang mengalir ke Korsel. Diplomasi Korsel membuat Jepang bersedia memberikan pinjaman dan kompensasi atas penjajahan Jepang atas Korsel. 
  • Ketersediaan dana dari pinjaman/bantuan luar negeri, ditambah meningkatnya ekspor membuat peringkat kredit Seoul naik. Hal ini berdampak pada meningkatnya kemampuan Korsel mendapatkan lebih banyak pinjaman di pasar internasional.
  • Produksi meningkat berdampak pada meningkatnya ekspor Korsel. Peningkatan produksi dan ekspor ini (selain dipengaruhi meningkatnya pinjaman untuk produksi) juga sangat dipengaruhi adanya tenaga kerja terdidik dan pasar internasional yang menguntungkan.


First Five-Year Economic Development Plan (1962-1966):

  • Pemerintah memprioritaskan pembangunan ekonomi melalui export-driven industrialization policy (fokus pada light industry seperti tekstil, pakaian, dan alas kaki). Mereka sangat mengandalkan perencanaan negara dan mengoptimalkan keterlibatan swasta.
  • Outward-looking strategy pada awal tahun 1960-an menghasilkan industrialisasi yang masif. Strategi ini cocok diterapkan pada saat itu karena endowment sumber daya alam Korea Selatan tidak bagus, tingkat tabungan dalam negeri rendah, dan pasar domestik yang kecil.
  • Pemerintah mendorong ekspor manufaktur padat karya (pada sektor ini Korsel mengembangkan keunggulan kompetitif). Adapun keunggulan komparatif Korsel saat itu adalah  memiliki upah rendah.
  • Pemerintah sangat mendorong keterlibatan pengusaha swasta dalam pembangunan. Pihak swasta diberi insentif yang kuat untuk ekspor, termasuk perlakuan istimewa dalam memperoleh pinjaman bank berbunga rendah, hak khusus impor, izin untuk meminjam dari sumber asing, dan keringanan pajak. Sebagai catatan, beberapa swasta yang mendapatkan keuntungan ini kemudian menjadi chaebol (chaebol adalah konglomerat yang diuntungkan dari kebijakan saat itu dan dekat dengan pemerintah).
  • Ekspor juga didorong melalui subsidi langsung. Pajak dan pembatasan impor barang setengah jadi bahan ekspor dihapus. Kebijakan ini berdampak positif dalam waktu singkat.
  • Pada tahun 1961, nilai tukar mata uang didevaluasi. Adapun pada tahun 1964, kuota impor untuk bahan baku berkurang. Selanjutnya pemerintah menaikkan suku bunga guna meningkatkan tabungan masyarakat/swasta. Pemerintah dan swasta juga meminjam dana dari luar negeri.


Second Five-Year Economic Development Plan (1967 to 1971)

  • Pada akhir tahun 1960-an, ekonomi meningkat dan berdampak pada kenaikan upah. Kenaikan upah ditambah dengan meningkatnya permintaan untuk barang setengah jadi (mesin, dll), membuat investasi-investasi besar bergeser ke industri padat modal seperti baja, petrokimia, permesinan, motor, pembuatan kapal, dan elektronik.
  • Hal yang unik pada tahun 1970 adalah bahwa pemerintah mempromosikan Korean community movements. Padahal saat itu Korea hampir bangkrut, tetapi pemerintah masih tetap memberikan bantuan kepada rakyatnya.
  • Pada periode ini, Korea memulai pertumbuhannya yang luar biasa dengan menjadi negara yang terdepan dalam hal pengekspor tekstil dan wig.
  • Pada periode ini, Korea berencana untuk mengembangkan struktur ekonomi nasional dengan berpusat pada sektor manufaktur. Mereka mempromosikan industri baja (walaupun saat itu banyak negara lain yang ragu dengan kebijakan Korea Selatan ini).
  • Pada akhirnya, walaupun banyak keraguan dari negara lain, namun ternyata mereka berhasil membuat industri mereka berkembang pesat seperti industri mobil, mesin, elektronik, dll.


Third Five-Year Economic Development Plan (1972-1976)

  • Pada rencana pembangunan ekonomi ketiga (1972-1976), pemerintah Korsel membuat langkah berani dengan memperluas industri berat dan industri kimia. Pemerintah membuat Heavy and Chemical Industry Drive Committee dan lembaga ini mempresentasikan rencana mereka pada tahun 1973. Berdasarkan hasil evaluasinya, mereka memilih enam industri strategis yaitu baja, logam nonferrous, permesinan, pembuatan kapal, elektronik, dan teknik kimia.
  • Pemerintah memandang bahwa sektor-sektor ini merupakan tulang punggung ekonomi industri modern, dan mengambil risiko dengan menyediakan investasi modal besar di industri-industri ini. Pemerintah benar-benar fokus mengembangkan industri ini.
  • Beberapa langkah utama dilaksanakan termasuk menyediakan kredit jangka panjang dengan suku bunga rendah dari National Investment Fund, memprioritaskan pembiayaan pemerintah untuk investasi infrastruktur, menghapuskan atau mengurangi kewajiban pajak, dan membebaskan pajak impor atas mesin dan bahan untuk industri baru atau industri yang sedang dikembangkan di Korea.
  • Pemerintah saat itu ternyata memberikan hambatan/barrier bagi negara lain yang ingin membangun industri baru di Korea ataupun industri yang dikhawatirkan menghambat industri lokal yang sedang berkembang di Korea (protective barriers untuk melindungi swasta lokal).
  • Pemerintah mendorong sekolah kejuruan dan pusat pelatihan untuk memasok tenaga terampil. Pemerintah juga menciptakan lembaga penelitian untuk melakukan kegiatan penelitian (R&D).
  • Seiring berjalannya waktu, kemampuan Korsel untuk memproduksi baja dan penyulingan minyak berkembang pesat.
  • Pada periode ini, pabrik pengolahan seng dan tembaga serta fasilitas pembuatan kapal modern dibangun. Mobil mulai diekspor ke beberapa negara lain. Hal ini menandai bahwa Korsel sudah mulai siap bersaing di pasar global.
  • Manufaktur Korsel berpindah ke baja, alat berat, kapal, dan petrokimia pada 1970-an, dan berpindah ke elektronik dan mobil pada 1980-an.
  • Peningkatan harga minyak dunia pada tahun 1973 sangat mengancam ekonomi Korsel, yang saat itu sangat bergantung pada minyak impor untuk produksi energi. Akan tetapi, pemasukan dari kontrak konstruksi di Timur Tengah membuat devisa negara terjaga sehingga dapat mencegah krisis neraca pembayaran. Negara ini tetap bisa melanjutkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada saat itu.


Fourth Five-Year Economic Development Plan 1978-1980

  • Strategi ekonomi yang berorientasi pada ekspor ternyata tidak hanya memiliki dampak positif, namun juga memiliki efek samping yang negatif. Meskipun pemerintah mampu mengelola efek negatif ini, namun situasinya mulai memburuk pada tahun 1978.
  • Ekspor membuat berkurangnya barang-barang konsumsi domestik. Hal ini diperparah dengan meningkatnya permintaan domestik yang disebabkan oleh kenaikan upah dan peningkatan standar hidup. Pada tahun 1978, Bank of Korea menginformasikan bahwa price consumer index naik 14,4%, namun sebagian besar pengamat saat itu setuju bahwa tingkat kenaikan aktual mendekati 30%. Artinya inflasi saat itu dianggap sangat mengkhawatirkan.
  • Tingginya tingkat inflasi berlanjut ke tahun 1979. Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Economic Planning Board pada bulan Agustus 1979, biaya hidup rata-rata rumah tangga telah naik 26,3 persen dari tahun sebelumnya. Meskipun upah juga telah meningkat pesat, namun dianggap tidak seimbang dengan inflasi.
  • Pembunuhan Presiden Park Chung Hee pada tahun 1979 memicu perubahan rezim. Pada tahun 1980-an, kepemimpinan yang baru mengubah kebijakan rezim sebelumnya. Hal yang utama yang dilakukan ada melakukan deregulasi perdagangan dan sektor finansial.