Monday, 26 February 2007

Perbedaan struktur bahasa (1)

Postingan ini merupakan hasil diskusi saya bersama seorang arsitek alumni ITB (angkatan 80-an mungkin), rekan kerja saya di Aceh. Dia bukan sekedar rekan kerja, tapi bisa jadi teman diskusi mulai dari masalah yang berat seperti politik, ekonomi, dll. Dan bisa juga diajak ngobrol ringan seperti pengalaman masing2. Tapi yang paling enak adalah ketika kami sudah ngobrol tentang berbagai hal2 filosofis. Hal berat disampaikan dalam bahasa yang ringan, sebaliknya hal remeh bisa diambil pelajaran secara filosofis.

Seumur hidup (bahkan sampe ketika saya nulis blog ini) baru sekali ini saya ketemu dengan teman ngobrol yang sangat enak dan cocok (tapi bagi dia mungkin saya teman diskusi yang sangat menjengkelkan kali, hehe). Mungkin karena kami mempunyai visi dan pandangan hidup yang sama, jadi chemistry-nya sesuai. Dia kadang bisa jadi teman, rekan kerja yang profesional, atau bahkan orang tua yang sarat pengalaman hidup.

Salah satu yang kami obrolkan adalah tentang perbedaan struktur bahasa antara Indonesia dan Inggris. Jadi gini, kalo bahasa Inggris, hierarkhi/tingkatan bahasa itu ada pada waktu, yaitu lampau (past), sekarang (present), dan masa depan (future). Contohnya adalah kata kerja “did” (telah), “do” (sedang dikerjakan), dan “will do” (masa depan). Kata kerjanya berubah seiring waktu/kapan pekerjaan itu dilakukan.

Sedangkan Indonesia, khususnya Jawa (karena saya Jawa tulen, jadi sedikit tahu bahasa Jawa) hierarkhi/tingkatan bahasa ada pada subyek (orangnya). Misalnya kata “beliau/anda/panjenengan” digunakan apabila kita bicara dengan orang yang sangat dihormati. Sedangkan kata “sampeyan/kamu” digunakan untuk berbicara dengan orang yang selevel/tidak terlalu dihormati. Sedangkan kata “kowe/koen” digunakan ketika kita bicara dengan orang yang kurang dihormati.

Pelajaran apa yang dipetik? Orang Inggris sangat menghormati waktu. Dia menggunakan masa lalu (past) sebagai pelajaran untuk diambil hikmahnya, tahu apa yang harus dilakukan pada saat ini (present), dan mampu membuat perencanaan pada masa depan (future). Sedangkan orang Indonesia lebih menghargai orang dibanding waktu. “Dengan siapa dia bicara”, merupakan suatu yang lebih penting dibandingkan dengan ”apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan” oleh lawan bicaranya. Mana ada bahasa Indonesia yang kata kerjanya ada tingkatannya? Indonesia people oriented, sedangkan Inggris time oriented. Am I right??

Setelah baca tulisan di atas, pasti kalian mikir Inggris lebih baik dari Indonesia kan? Anda salah besar, belum tentu orang Inggris lebih beradab/lebih baik. Walaupun dari struktur bahasa mereka lebih baik, karena mereka udah diajarkan untuk menghargai sejarah, bertindak pada masa kini, dan mampu merencanakan untuk masa depan.

Tapi jangan lupa bahwa Indonesia adalah negara saya, dan saya yang nulis postingan ini, jadi saya punya hak untuk mengatakan secara subjektif bahwa Indonesia sama beradabnya seperti Inggris, meskipun tanpa alasan yang rasional. Seberapapun jeleknya, It’s my country.

Sunday, 4 February 2007

hampir mati : musyrik

Saya dilahirkan di lingkungan bernuansa jawa kolot yang kental (kejawen). Tak hanya saudara, teman2 pun merupakan penganut Islam fanatik. Di tempat saya, banyak yang percaya dengan orang tertentu yang akrab dipanggil gus dan kyai. Mereka dianggap punya kelebihan, entah kebal tenaga dalam, bisa meramal nasib, dll. Makanya di Jombang banyak pesantren, perkumpulan silat maupun tenaga dalam.

Kadang mereka percaya bahwa benda tertentu yang sudah “diisi” oleh guru mereka punya suatu tuah yang bisa melindungi sang pembawa benda tersebut. Nah kebetulan sekali saya pernah menjadi orang yang percaya hal itu. Gimana gak percaya, saya ngelihat dengan mata kepala sendiri orang dipukul dengan kayu, ditendang sepuluh orang tapi tetap gak bergeming seperti batu. Ada orang yang lehernya diikat pake tali tambang tapi nyawanya gak melayang. Dipecut tapi gak merasakan sakit. Bisa patahin baja pake tangan kosong. Bisa makan beling, dll.

Karena saking percayanya, saya pernah minta tasbih saya “diisi”kan oleh salah satu “orang hebat” itu. Nah pernah suatu kejadian dimana saya disuruh nyetir mobil ke Sidoarjo. Sidoarjo tuh deketnya Surabaya. Kejadian ini sekitar lima tahun lalu ketika saya masih kelas 2 SMU. Karena ingin agar selamat, maka tasbih yang udah “diisi” tadi saya gantungkan di tuas whipper, sedangkan tuas untuk lampu sein saya gantungin gigi ikan hiu yang gak tau udah berapa tahun umurnya. Pas balik, di suatu ruas jalan di Mojokerto, saya berpapasan dengan sebuah truk dengan arah berlawanan. Saat itu saya ngebut. Eh tiba2 di depan saya ada sepeda motor yang tiba2 muncul dari belakang truk yang sedang papasan dengan saya.

Saking cepatnya hingga motor itu lewat di tengah2 mobil saya dan truk. Motor itu menabrak pintu kanan mobil saya hingga akhirnya terjatuh-jatuh kejepit di antara mobil saya dan truk. Karena ditabrak (bukan nabrak ya), saya jadi kaget dan hilang kendali. Akhirnya saya gak nguasain stir dan nabrak trotoar. Saya sih selamat, tapi bagian depan mobil saya ringsek. Sedangkan pengendara motor itu sendiri koma beberapa hari. Untunglah ayah saya segera datang, sehingga saya gak jadi dipenjara. Saya benar2 termangu gak percaya. Nah uniknya, “gigi ikan hiu” dan “tasbih” yang saya gantungin di mobil itu raib entah ke mana. Sejak itu saya sadar, bahwa hidup mati kita bukan ditentukan oleh jimat, itu musyrik namanya. Hidup mati kita ditentukan oleh Tuhan. Untung orang tua saya tidak tahu bahwa saya bawa benda begituan, kalo tau entah dimarahin seperti apa saya,,

Saturday, 3 February 2007

hampir mati : tenggelam

Kemarin lusa ada yang ngajakin berenang. Hmph,, jadi inget bahwa saya pernah tiga kali hampir ditelan oleh dewa neptunus, sang raja laut. Saya gak pernah trauma sama air, tapi hanya berhati2 agar tidak salah melangkah lagi sih. Saya ini bisa berenang, tapi enggak terlalu jago, itu aja sih sebenernya masalahnya. I love beach, i love bitch.

Jadi pengen nyeritain pengalaman hanyut,,,,

Pengalaman hanyut pertama saya adalah pas nyekar ke makam kakek saya. Kakek saya dimakamkan di pekuburuan keluarga yang dibangun di salah satu kaki bukit di kabupaten nganjuk. Untuk sampe di pesarean kakek, kami harus melewati sungai. Meskipun ada jembatan, tapi aku memilih berenang karena pengen maen air.

Eh taunya diriku hanyut terbawa arus (masih SD, masih cupu, belum bisa berenang). Meskipun meronta, mengerang, dan menggelinjang, aku tetap tak kuasa melawan siluman sungai gunung itu. Air gunung yang dingin bikin tubuhku menggigil dan sulit digerakkan. Ditambah lagi tubuh kebentur2 sama batu gunung gara2 kehanyut arus. Sakitnya bukan main. Untung masih ada saudara2ku yang nyelametin. Kalo gak ada mereka mungkin udah kebawa arus dari gunung sampe samudra hindia kali ya.

Pengalaman hanyut kedua adalah pas arung jeram (rafting) di Garut bareng anak2 PLAT HMP. Ketika udah nyampe end point, semua orang nyebur ke sungai. Ketika sebagian orang udah naik ke darat, aku yang ada di tengah sungai juga berusaha berenang ke tepi. Tapi aku baru nyadar bahwa aku gak bisa berenang. Refleks aja aku mengangkat tangan dan teriak minta tolong. Entah siapa yang ngelempar tali tampar ke tengah sungai. Tapi tali itu terlalu pendek, dan aku gak bisa menggapai. Akhirnya aku terhanyut kebawa arus (hihi kayak lagunya letto). Jeram pertama terlewati dengan hasil buruk. Kaki kananku mati rasa karena terantuk batu. Eh tiba2 bayangan semua orang terdekatku mendadak melintas. Teringat juga banyak banget kesalahan yang pernah aku lakukan sebelum2nya. Aku jadi mikir, apa ini pertanda game over??

Beruntung menjelang jeram kedua ada mas penjaga. Dia berusaha narik aku pake dayung dari darat. Pas aku narik dayung yang dia kasih, eh taunya dia ikut keseret juga ke dalam sungai. Akhirnya kami mengarungi sungai bersama (uh romantisnya). Selain nyuruh kaki diarahkan lurus ke depan, dia juga nyuruh akika meluk dia bo,,, Akhirnya demi keselamatan jiwa dan kelangsungan hidup generasi penerus bangsa, aku terpaksa menghilangkan gengsi karena gender dan meluk pria berbadan kekar itu dengan mesra. Hidupku kuserahkan padamu mas,,,

Wow bener, setelah akika mengikuti teknik yang disarankan mas penjaga itu. Jeram berikutnya bisa aku lewatin dengan mudah tanpa terbentur batu-batu cadas itu. Dan beruntung di depan ada perahu. Yeah ,,, selamat. Mentas dari sungai, badanku benar2 menggigil dan ga bisa digerakkan. Gapapalah, yang penting masih hidup. Makasih ya mas macho,,

Pengalaman hanyut ketiga adalah pas berenang di danau toba. Jadi pas di toba, karena udah gak sabar pengen nyelup, aku lari dan langsung berenang ke tengah. Eh taunya nyampe di tengah ternyata dalem banget. Pas nafasku udah habis dan kakiku berusaha ngejejak tanah, ternyata gak nyampe. Refleks aku minta tolong. Haha,, gulam langsung dateng dan berusaha nyelametin ogut. Eh taunya dia juga gak bisa berenang. Yah dia mau nyelametin modal nekat doang,, Karena aku udah kehabisan nafas, jadi aja aku naikin badan gulam dan gantian gulam yang tenggelam haha.

Untung masih ada ale. Dia narik kami berdua dengan badannya yang gede itu. Wow,, saya selamat lagi dari penghakiman dewa neptunus. Terima kasih gulam, terima kasih ale, aku akan selalu berhutang pada kalian.

Inti dari semua peristiwa hanyutnya saya bukanlah saya udah minum berteguk-teguk air gunung ataupun air toba. Tapi ternyata Tuhan masih ingin saya hidup, karena masih banyak tugas saya di bumi ini yang belum selesai mungkin ya. Andaipun nantinya saya dipanggil, saya ingin mengutip prinsip dari entah siapa aku lupa : “Jadilah satu-satunya orang yang menangis ketika pertama kali kamu dilahirkan di dunia, tetapi orang di sekitarmu justru tersenyum. Dan ketika kamu meninggalkan dunia ini, jadilah satu2nya orang yang tersenyum, sementara semua orang akan menangisi kepergianmu.”

rasa memiliki terhadap fasilitas publik

BRAKK... Sebuah suara memecah keheningan malam. Semua orang yang tadinya terlelap dalam mimpi indahnya langsung melihat sumber suara. Ternyata sebuah kaca jendela tepat satu kursi di belakang kursi saya terkena lemparan orang iseng. Kaca jendela KA mutiara selatan yang saya tumpangi tersebut berlubang dengan pola retakan seperti jaring laba-laba.


Kejadian ini berlangsung beberapa bulan lalu ketika saya pulang ke Jombang. Orang yang ada di samping kaca itu terkena serpihan kaca dan sedikit berdarah keningnya. Sebenarnya kaca itu sangat kuat, tapi karena sebelumnya sudah retak dan ditambah lemparan baru tadi sehingga semakin rusak. Saya bersyukur karena bukan kaca saya yang terkena lemparan, padahal beda beberapa detik doang. Namun lain kali saya jadi malas berada dekat kaca jendela.
Mungkin itu sekedar pembuka untuk mengingatkan betapa banyak manusia yang suka ngerusak fasilitas publik.


Fasilitas publik seperti kereta api memiliki tujuan dan fungsi yang bermanfaat. Meskipun ditujukan untuk masyarakat, namun fasilitas publik tersebut seringkali dirusak oleh masyarakat sendiri. Jawa Pos pernah menyebutkan bahwa salah satu penumpang KA Sawunggaling Utama mendapatkan jahitan di kepala karena terkena pecahan kaca. Oknum tersebut melempari KA di sekitar Stasiun Luwung dan Stasiun Cirebon.


Sebenernya saya penasaran, apa sih dampak perusakan tersebut? Kenapa dirusak? Bagaimana penanggulangannya?


Perusakan tersebut menimbulkan dampak yang dirasakan oleh berbagai pihak yang terkait dengan fasilitas umum tersebut (pemerintah, masyarakat, PT KA, konsumen/masyarakat). Dari sisi pemerintah dan PT KA jelas bahwa perusakan itu menyebabkan cost terhadap maintenance jadi meningkat. Sedangkan bagi masyarakat pengguna jelas rasa keamanan dan kenyamanan menjadi berkurang. Sebenernya bagi masyarakat lain non-pengguna KA, masih ada dampaknya lho. Pajak yang dikumpulin dari masyarakat akan terserap untuk perbaikan fasilitas kereta api itu. Padahal kalo KA itu gak rusak, dananya bisa dialirkan untuk keperluan yang lain, misalnya buat pendidikan atau apa kek,


Biasanya media menyebutkan bahwa salah satu alasan perusakan adalah karena kurang kerjaan. Padahal jika ditelaah lebih mendalam, hal tersebut mungkin diakibatkan oleh kurangnya rasa memiliki terhadap fasilitas umum. Masyarakat yang tidak pernah menggunakan jasa kereta api cenderung tidak peduli terhadap kenyamanan dan keamanan kereta api. Makanya mulai sekarang harus mulai ditanamkan pemikiran bahwa kerugian pemerintah adalah kerugian kita juga, meskipun kita bukan pengguna

Itu baru kereta api, masih banyak fasilitas umum yang lain kan,,,,