BERUSAHA MEMAHAMI UU 41/1999 TENTANG KEHUTANAN
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Sedangkan definisi hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU 41/1999 tentang Kehutanan). Jadi kesimpulan saya, kawasan hutan haruslah didominasi oleh pepohonan (CMIIW), dan yang bertugas mengawal fungsi ini tentunya adalah Departemen Kehutanan.
Dalam UU 41/1999 tentang Kehutanan, kawasan hutan dibagi menjadi tiga, yaitu produksi, lindung, dan konservasi. Meskipun pembagian hutan (menurut Dephut) berdasarkan status, namun masing-masing status tetap harus menjalankan fungsi yang diemban. Dan status ini diadopsi dalam PP 26/2008 tentang RTRWN. Definisi masing-masing kawasan hutan adalah sebagai berikut (berdasarkan UU 41/1999):
- Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.
- Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
- Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
PEMANFAATAN HUTAN
Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional (UU 41/1999 tentang Kehutanan pasal 23). Pemanfaatan dapat dilaksanakan selama tidak mengganggu fungsi pokok masing-masing kawasan hutan.
- Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (UU 41/1999 tentang Kehutanan pasal 23). Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung (Keppres 32 1990 tentang Kawasan Lindung pasal 37). Hutan lindung ini merupakan penyangga kehidupan, jadi jika ingin menghancurkan suatu wilayah, maka babat habis saja hutan lindungnya.
- Pemanfaatan hutan konservasi (????belum menemukan pasalnya?????). Di dalam kawasan suaka alam dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem alami yang ada (Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung pasal 37).
- Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu (UU 41/1999 tentang Kehutanan pasal 23).
Kepentingan pembangunan di luar kehutanan adalah kegiatan untuk tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan, antara lain kegiatan pertambangan, pembangunan jaringan listrik, telepon, dan instalasi air, kepentingan religi, serta kepentingan pertahanan keamanan (UU 41/1999 tentang Kehutanan, penjelasan pasal 38). Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung (UU 41/1999 tentang Kehutanan pasal 38). Khusus untuk kawasan hutan lindung tidak diperbolehkan ada pertambangan terbuka.
Jadi apabila terdapat pembangunan di luar kehutanan pada kawasan hutan lindung (kecuali bukan pertambangan terbuka di hutan lindung) dan di kawasan hutan konservasi maka harus dilarang. Apabila kegiatan budi daya tersebut menyebabkan penurunan fungsi, maka kawasan hutan harus dikembalikan pada fungsi sesuai statusnya.
Mengacu pada dua paragraf di atas, kegiatan pertambangan masih diperbolehkan berada di dalam kawasan hutan. Sehingga jika memang ternyata sudah terlanjur ada kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan, maka sebaiknya menghormati kontrak dengan cara menunggu hingga masa pinjam pakai (konsesi) berakhir atau dilakukan renegosiasi. Kalau perlu dilakukan moratorium.
KEHUTANAN X PERKEBUNANAN
Karena saat ini marak alih fungsi lahan kehutanan menjadi non kehutanan (khususnya kelapa sawit), maka yang akan dibahas di bawah ini adalah tentang kehutanan dan perkebunan kelapa sawit.
Jika memang terdapat perkebunan di dalam kawasan hutan, maka harus diidentifikasi terlebih dahulu, perkebunan tersebut berada dalam kawasan hutan yang mana, apakah kawasan hutan lindung, hutan konservasi, atau hutan produksi? Jika perkebunan tersebut berada dalam kawasan hutan lindung atau konservasi, maka tidak diperbolehkan (UU 41/1999 tentang Kehutanan). Namun jika berada dalam kawasan hutan produksi konversi masih diperbolehkan. Bahkan dalam World Sustainable Palm Oil Conference (London 15 September 2008) yang merupakan tindak lanjut dari Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO), Menteri Pertanian menyatakan bahwa pengembangan sawit (sebagai minyak makan & biofuel) dilakukan di tanah negara bebas & Hutan Produksi Konversi (HPK).
TAMBAHAN
Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 (direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999) tentang Analisis Mengenai Dampak lingkungan. Apabila menurut AMDAL kegiatan budidaya mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya, dan fungsi sebagai kawasan lindung dikembalikan secara bertahap (Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung pasal 37).
Dari paparan di atas, saya masih tidak tahu, siapa yang berhak menentukan apakah suatu Kawasan Hutan telah menunaikan fungsi yang diemban sesuai statusnya??? Siapa yang berhak menentukan apakah suatu kegiatan budi daya dapat mengganggu fungsi Kawasan Hutan???? Siapa yang melaksanakan AMDAL????
----a little notes from little fox which seeking for answers ----
4 comments:
hi fani..salam dari pelawat kecil kamu ini dari malaysia..^_^
sedikit pandangan dari saya..kalau di Malaysia..hutan simpan itu dikelaskan sebagai Kawasan Sensitif Alam Sekitar dimana ia ngak boleh dibangunkan dan hendaklah mengikut garispanduan yang telah ditetapkan sahaja..jadi timbul isu gmana dengan penempatan kaum peribumi yang menetap di hutan itu..yang mana mereka sudah menetap, meneroka juga melakukan aktiviti sara diri pertanian di sana semenjak dari zaman nenek moyang mereka lagi..ada usaha bagi menempatkan semula mereka di kawasan yang lebih sesuai namun..itu umpama meletak orang eskimo di padang pasir kerna mereka sudah terbiasa dengan rutin mereka setiap hari..pada sya tidak salah mereka terus menetap disitu. mungkin itu sebagai nilai tambah hutan itu dari aspek pelancongan mungkin..apa yang lebih membimbangkan isu perbalakan haram berbanding dengan isu pertanian dalam hutan..demi kelangsungan hidup bagi mereka..tidak salah rasanya..tapi saya cuma menyatakan kondisi di Malaysia..itu aja..cuma meluah apa yang drasa
ty
dalam Undang-Undang Indonesia, terdapat hutan yang ditetapkan dan terdapat pula hutan yang tidak ditetapkan. khusus untuk hutan yang ditetapkan (lindung, konservasi, produksi) memiliki konsekuensi masing-masing. Mungkin hutan lindung dan hutan konservasi (di Indonesia) bisa dikategorikan Kawasan Sensitif Alam Sekitar (di Malaysia).
isu perbalakan dan masyarakat pribumi juga marak diperbincangkan di Indonesia. Kalau mengacu pada Undang-Undang yang kami miliki (UU 41/1999), sebenarnya sudah ada batasan mengenai apa-apa saja yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan di dalam kawasan hutan.
Jika masyarakat adat berada pada kawasan hutan yang tidak ditetapkan, maka tidak menjadi masalah karena hutan tersebut masih memungkinkan untuk dikonversi. namun akan menjadi masalah apabila masyarakat adat tersebut berada di dalam kawasan hutan yang ditetapkan (lindung, konservasi, produksi). karena seperti Sarah bilang, mereka sudah lama tinggal di kawasan hutan tersebut, bahkan sebelum kawasan hutan tersebut ditetapkan.
jujur saja sampai sekarang masih belum ditemukan cara yang paling tepat mengatasi masalah ini. mungkin yang bisa dilakukan hanyalah menjaga agar kawasan permukiman masyarakat adat tersebut tidak meluas secara ekspansif. Jika memang terjadi konversi lahan secara ekspansif, sebaiknya direlokasi saja.
oh iya ada satu lagi yang aku mau tanya ke Sarah. Indonesia-Malaysia-Brunei Darussalam pernah mengadakan kesepakatan Heart of Borneo (HoB) yang salah satu isu sentralnya adalah melindungi tropical rainforest di perbatasan negara kita.
kalau (dari sisi pemerintah Indonesia) mengacu pada Law Number 26 Years 2007 (Act on Space Planning) dan Government Regulation Number 26 Years 2008 (National Space Planning Arrangement) ditetapkan bahwa kawasan perbatasan negara Indonesia dengan Malaysia (termasuk HoB) menjadi “national strategic territory area”.
saya sangat tertarik dengan HoB ini. Bagaimana pemerintah kamu memandang Kawasan HoB ini? Adakah Kawasan HoB ini dimasukkan ke dalam Peraturan di Malaysia?
hmm..gmana ya..gmana ya-sya sendiri kurang jelas..fyi, HoB itu terletak di sabah dan serawak malaysia..sebenarnya-sabah dan serawak tidak menggunapakai akta yang digunapakai di malaysia barat@semenanjung malaysia..antaranya akta perancangan bandar dan desa 172 serta Rancangan Fizikal Negara (malaysia) yang mana telah kenalpasti dimana kawasan yang terlibat dalam Kawasan Sensitif Alam Sekitar.. mereka punya enakmen negeri sendri..kadang2 jurang ini mewujudkan sedikit masalah dari aspek pelaksanaan undang-undang atau garispanduan..namun asasnya masih sama..aku yakin mereka turut menyokong konservasi hutan-seperti sustainable forest mngment seperti yang diwar2kan..Deramakot forest salah satunya..aku yakin jabatan pasti sudah punya garispanduan yang jelas tentangnya..ia juga 1st forest di malaysia yang mendapat anugerah 'wellmanange' dari Forest Stewardship Council..
Post a Comment