Sunday, 2 June 2013

Kisah Inspiratif dari seorang Tukang Parkir

Beberapa hari lalu saya mendapati sebuah kisah yang menarik dan inspiratif tentang seorang tukang parkir di Monas. Beliau ini sudah berusia sekitar 50 tahunan dan telah menekuni profesi sebagai tukang parkir selama 15 tahunan (profesi sebelumnya adalah tukang ojek sepeda dan kuli). Bapak ini pasca lulus SMP hijrah dari Jawa Tengah ke Ibukota Jakarta karena (menurut pengakuannya) peluang di Jakarta (dianggap) lebih menjanjikan. Hal yang cukup luar biasa (bagi saya) adalah kenyataan bahwa dia mampu menghidupi istri dan 8 orang anaknya selama belasan tahun walaupun ‘hanya’ berprofesi sebagai tukang parkir.

Setelah berdiskusi dengannya, saya mendapati tiga hal menarik yaitu : Pertama keunikan cara pandangnya, Kedua ampuhnya jaminan pendidikan dan kesehatan dari Pemerintah (bagi warga kurang mampu), dan Ketiga fenomena urbanisasi perkotaan yang sangat nyata.

Pertama : keunikan cara pandang
Banyak hikmah yang bisa dipetik dari cara dia memandang sesuatu. Dia tidak khawatir hijrah dari kampungnya di Jawa Tengah ke Jakarta walaupun tanpa bekal pendidikan yang memadai (hanya lulusan SMP), karena dia yakin pasti bisa mendapatkan pekerjaan. Cara berpikir “pasrah” membuat dia tidak khawatir akan masa depan. Mungkin karena dia merasa “pasrah” itulah sehingga Yang Di Atas memberikannya banyak “bantuan tidak terduga”

Pelajaran pertama (dalam konteks sudut pandang sebagai manusia), kita harus meyakini bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita kekurangan,, kalau kita selalu merasa kekurangan, itu karena kita tidak mensyukuri pemberian-Nya. Kita harus yakin bahwa Dia akan memberikan yang kita butuhkan. Bahwa “masa depan” seperti halnya “diri kita” adalah milik-Nya, jadi pasrahkan saja pada-Nya selaku pemilik. Sekali lagi tugas kita hanya harus yakin.

Kedua : ampuhnya jaminan Pemerintah kepada warga kurang mampu
Dia mengaku lebih kerasan tinggal di Jakarta dibandingkan di kampung karena biaya hidup di Jakarta (menurutnya) justru lebih murah (dibandingkan di kampung). Di Jakarta biaya hidup untuk warga kurang mampu memang sebagian ditanggung oleh Pemerintah. Misalnya di bidang kesehatan saat ini ada Kartu Jakarta Sehat / KJS (dahulu kartu Gakin dan Jamkesda) dan di bidang pendidikan saat ini ada Kartu Jakarta Pintar / KJP (dulu mungkin BOS).

Warga kurang mampu memiliki pendapatan yang kecil, sehingga pengeluarannya harus ditekan seminimal mungkin, agar tidak besar pasak daripada tiang. Bagi beliau, dengan pendidikan dan kesehatan dari 8 anaknya ditanggung Pemerintah, maka praktis pengeluarannya hanya untuk makan dan tempat tinggal (sewa kos). Sebagai catatan, dia tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk transportasi karena dari rumahnya ke tempat kerja di Monas hanya naik bus kota (sehari PP hanya Rp 5.000), dan anak-anaknya pun berjalan kaki ke sekolah (dekat tempat tinggal).

Pelajaran kedua (dalam konteks sebagai seorang birokrat) : Pemerintah harus membuat pengeluaran untuk warga tidak mampu menjadi seminimal mungkin, baik pengeluaran di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, dan transportasi. Pemprov DKI Jakarta sudah mengeluarkan KJS (bidang kesehatan) dan KJP (untuk bidang pendidikan) yang bagi saya cukup berhasil menunjukkan keberpihakan pada masyarakat kurang mampu. Pekerjaan rumah ke depan bagi Pemprov DKI adalah memperbanyak rusun sewa yang murah (untuk bidang perumahan) dan memperbaiki/mensubsidi transportasi umum. Sekali lagi harus diingat bahwa kata kuncinya adalah “KEBERPIHAKAN”.

Ketiga : fenomena urbanisasi
Pelajaran ketiga (dalam konteks sebagai seorang perencana) : apabila semakin banyak penduduk yang mempunyai pola pikir seperti beliau (tukang parkir ini), maka urbanisasi tentu semakin tak terelakkan, padahal suatu kota mempunyai keterbatasan dalam hal daya dukung/tampung. Dengan demikian tugas Pemerintah ada dua : 1) meningkatkan daya dukung/tampung kota-kota eksisting, dan 2) menyebarkan kantung-kantung pertumbuhan ekonomi agar tidak hanya terpusat di kota-kota besar saja. Sudah banyak kajian tentang upaya peningkatan daya dukung/tampung kota, tapi bagaimana upaya nyata Pemerintah untuk meyakinkan masyarakat bahwa kehidupan bisa terjamin/sejahtera walaupun tidak tinggal di kota...????

No comments: