Wednesday, 5 September 2018

Korea 02 (1910-1945 Kolonialisme Jepang)


Penjajahan Jepang terhadap Korea ‘bermula’ ketika kedua negara menandatangani Japanese–Korea Treaty of Amity pada tanggal 27 Februari 1876. Perjanjian tersebut menandai terbukanya perdagangan Korea bagi Jepang. Korea dipaksa membuka tiga pelabuhan bagi perdagangan Jepang serta memberikan hak ekstrateritorial (hak khusus) kepada warga negara Jepang yang sedang berada di Korea. Perjanjian tersebut juga menjadi simbol bahwa Korea tidak lagi menjadi negara protektorat Cina.

Pada tahun 1910, Jepang secara resmi menjajah Korea melalui Japan-Korea Annexation Treaty. Korea mengklaim bahwa perjanjian itu tidak berlaku karena Kaisar Gojong tidak pernah memberikan segel kerajaan (segel kerajaan selama ini menjadi simbol keabsahan kerajaan/kekaisaran). Namun demikian Jepang tetap mengklaim bahwa perjanjian itu sah. Jepang secara de facto selanjutnya mengendalikan Korea.

Pada masa penjajahan, Jepang menguasai tenaga kerja dan tanah di Korea. Jepang memberlakukan pajak yang tinggi bagi warga Korea dan bahkan menyebabkan mereka kehilangan kepemilikan tanah di negaranya sendiri. Pada tahun 1932, kepemilikan tanah oleh Jepang di Korea mencapai 52,7% dari total tanah di Korea. Adapun tenant/penyewa tanahnya adalah orang Korea sendiri, dimana penyewa tersebut harus membayar separuh dari hasil panen mereka kepada Jepang sebagai 'sewa'. Karena biaya hidup yang mahal dan menderita, banyak orang Korea mengirimkan istri dan putrinya ke pabrik ataupun tempat prostitusi agar mereka dapat membayar pajak.

Di bidang agrikultur, Jepang memerintahkan penebangan berbagai tanaman dan memaksa penduduk untuk menanam tanaman yang berasal dari luar Korea. Kebijakan kolonial awal Jepang adalah meningkatkan produksi pertanian di Korea untuk memenuhi kebutuhan beras Jepang yang terus meningkat.

Di bidang industri, terjadi percepatan industrialisasi (guna menguntungkan Jepang). Pada akhir tahun 1920-an hingga 1930-an, Jepang mulai membangun basis industri di Korea (khususnya industri berat seperti pabrik kimia dan pabrik baja, dan produksi amunisi). Jepang merasa akan lebih baik untuk memiliki produksi lebih dekat ke sumber bahan baku yang diekspolitasi (yaitu Korea) sekaligus mempersiapkan perang dengan Cina di masa depan.

Pada 1937-1945 adalah tahun yang keras bagi warga Korea. Mereka dipaksa bekerja di pabrik-pabrik dan dikirim sebagai tentara di barisan depan. Jepang saat itu sangat rajin berperang karena ingin meluaskan jajahan dan pengaruhnya. Pada masa itu, puluhan ribu wanita muda Korea direkrut sebagai “wanita penghibur” untuk tentara Jepang.

Pada tahun 1939, orang Korea ditekan oleh penguasa kolonial untuk mengubah nama mereka menjadi nama-nama Jepang. Lebih dari 80% orang Korea mengubah namanya guna memudahkan permasalahan administrasi dan pelayanan negara.

Di bidang budaya, salah satu simbol kedaulatan dan kemerdekaan Korea yaitu Gyeongbok Palace dihancurkan hingga tinggal sepertiga dari bangunan dan strukturnya yang tersisa. Istana tersebut diubah menjadi tempat wisata bagi pengunjung Jepang.

Ringkasnya, eksploitasi penjajahan Jepang terhadap Korea menyebabkan terjadinya marginalisasi sejarah dan budaya Korea. Eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia juga dilaksanakan secara masif dan sangat kontroversial.

Pada tanggal 15 Agustus 1945, penguasaan Jepang terhadap Korea resmi berakhir, karena Jepang menyerah kepada Pasukan Sekutu yang saat itu dipimpin oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet. Uniknya, pada saat Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, Korea saat itu menjadi negara kedua yang paling maju industrinya (setelah Jepang sendiri) di Asia.

No comments: