Wednesday, 5 September 2018

Korea 03 (1945-1960)


Pada tanggal 15 Agustus 1945, Korea memperoleh kemerdekaannya dari penjajah Jepang yang telah kalah perang dalam Perang Dunia II. PBB kemudian bermaksud membentuk pemerintahan baru yang diharapkan disepakati oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat. Namun pada kenyataannya, Uni Soviet menolak untuk bekerja sama dalam membentuk pemerintahan baru tersebut, sehingga Korea terbelah menjadi Korea Utara (berkiblat ke Uni Soviet) dan Korea Selatan (berkiblat ke Amerika Serikat).

Sejak 1945 hingga 1948, Korsel berada di bawah kendali Pemerintah Militer Amerika.

Pada tahun 1948, Korsel menyelenggarakan pemilihan demokratis pertamanya. Presiden pertama terpilih adalah Syngman Rhee dan dilantik pada tahun 1949. Sebagai presiden, Syngman Rhee menjadi diktator dan menjalankan kekuasaannya secara otoriter (dia terkenal tidak segan menyingkirkan/membunuh orang yang menentang programnya).

Di bidang perekonomian, Korea Selatan pada saat itu merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Perekonomiannya didominasi agriculture/pertanian. Adapun di bidang industri hanya ada light industry, karena heavy industry dan tenaga listrik ada di Korea Utara). Bahkan dalam beberapa literatur disebutkan bahwa Korut mendapatkan 95% dari produksi kimia dasar, 99% pupuk kimia, 97% dari output baja, sisanya dimiliki Korsel.

Pemerintah Korsel selanjutnya melakukan reformasi agraria dan mendistribusikan tanah menjadi lebih egaliter. Di kemudian hari, reformasi agraria yang dilakukan pada awal 1950-an ditunjang dengan penyebaran pendidikan modern dan perluasan ekonomi menyebabkan hilangnya kelas Yangban yang dulu sangat diistimewakan. Pada saat yang bersamaan, muncul elit baru yang berasal dari rakyat jelata.

Pada masa perekonomian yang sangat buruk, pendidikan menjadi prioritas tertinggi negara (dedikasi dan investasi untuk pendidikan tersebut di kemudian hari menghasilkan tenaga kerja terlatih yang kemudian menjadi mesin penggerak perekonomian negara).

Di  bidang politik, Presiden Syngman Rhee selalu mendorong agar Korut dan Korsel disatukan dalam satu pemerintahan (saat itu terdapat semacam perang dingin antar kedua negara tersebut). Pada tahun 1953, Presiden Syngman Rhee melepaskan 25.000 tahanan antikomunis Korut (orang-orang ini dipulangkan ke Korut). Hal ini menimbulkan Korut murka hingga memutuskan menyerang Korsel pada 25 Juni 1950.

Korut saat itu yakin bahwa Amerika Serikat tidak akan membantu Korea Selatan. Pada Perang Korea 1950-1953 tersebut, sebagian besar infrastruktur yang dibangun selama pemerintahan Jepang hancur. Perang ini berhenti setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet ikut intervensi. Pasca Perang Korea, Korut tetap berada di bawah kekuasaan / perlindungan Uni Soviet dan Korsel di bawah perlindungan Amerika Serikat.

Pasca Perang Korea, Korea Selatan tetap menjadi salah satu negara termiskin di dunia selama lebih dari satu dekade. Pendapatan per kapita pada tahun 1950-1960 bahkan kurang dari USD 100 (termasuk dalam kategori negara-negara termiskin dunia). Korea Selatan selanjutnya sangat bergantung pada bantuan asing (lebih dari 90% dari anggaran berasal dari bantuan asing). Sebagai informasi tambahan, saat itu hanya sekitar 30% dari luas lahan Korsel yang bisa dibudidayakan.

Dari perspektif historis evolusi kebijakan, era Perang pasca-Korea dapat diklasifikasikan menjadi tiga fase:
1) Fase Import Substitution / substitusi impor (1954-1960);
2) Fase Outward Orientation / orientasi luar (1961-1979);
3) Fase Balance and Stabilization (pasca-1980).

Kebijakan substitusi impor (1954-1960) masih belum menghasilkan kinerja pertumbuhan yang istimewa. Beberapa hal utama yang menonjol dalam kebijakan substitusi impor (1954-1960) adalah tarif tinggi untuk barang impor serta tingginya hambatan bagi para importir. Namun demikian, Pemerintah Korsel berhasil membangun kondisi yang kondusif untuk perluasan sektor substitusi impor misalnya produksi semen, kaca, pupuk kimia, kertas, serta industri ringan dan makanan.

Pada periode ini, Pemerintah juga tetap fokus pada pembangunan infrastruktur dan pembangunan manusia yang kelak bermanfaat sebagai dasar untuk pengembangan industri selanjutnya.

Pada pemilihan presiden tahun 1960, Pemerintah mengklaim bahwa Presiden Syngman Rhee memperoleh lebih dari 90% suara. Klaim ini memicu demonstrasi yang dipimpin mahasiswa guna menentang kecurangan pemilu dan menuntut Syngman Rhee mengundurkan diri. Tuntutan ini didukung oleh Majelis Nasional dan Pemerintah AS. Pada tahun itu juga Presiden Syngman Rhee mengundurkan diri.

Setelah pengunduran diri Presiden Syngman Rhee, Chang Myon terpilih sebagai presiden tetapi digulingkan pada tahun 1961 oleh kudeta militer yang dipimpin oleh Park Chung-hee.

Sebagai ringkasan, pada tahun 1953-1961, pemulihan ekonomi Korea Selatan sangat lambat walaupun menjadi negara penerima bantuan asing per kapita terbesar di dunia. Kurangnya perencanaan, misalokasi dana bantuan, korupsi, gejolak politik, dan ancaman perang dengan Korea Utara, semuanya membuat negara ini tidak menarik bagi investor domestik dan asing.

Namun demikian, dua reformasi besar yang dilaksanakan Presiden Syngman Rhee (1948-1961) membantu mempersiapkan jalan bagi industrialisasi besar-besaran pada masa berikutnya. Dua reformasi besar tersebut adalah reformasi pertanahan dan pengembangan pendidikan.

No comments: