Showing posts with label puisi doang. Show all posts
Showing posts with label puisi doang. Show all posts

Tuesday, 5 May 2009

Puisi: Sabar itu,,

Sabar itu,,
Memaafkan waktu yang selalu berlari menjauh
Memaafkan jarak yang memisahkan dua samudra
Memaafkan redupnya sang rembulan
Memaafkan kesetiaan yang telah pudar

Sabar itu,,
Memaafkan pelangi yang tak lagi berwarna-warni
Memaafkan laut yang menenggelamkan harapan
Memaafkan merpati yang tak lagi mau menari
Memaafkan jiwa yang lemah tak berdaya

Sabar itu,,
Memaafkan diri sendiri yang selalu lalai
Memaafkan mereka yang tak pernah mau bersabar

Karena sabar itu,, MEMAAFKAN

Wednesday, 10 December 2008

Puisi (1)

Wajah itu beku
Kaku tak bergeming
Lelap dalam belaian wangi kamboja
Berselimutkan kain putih pertanda kesucian diri
Entah kemana jiwanya terbang
Menjauh dari kefanaan yang hampa
Sesuai harapnya,,

Raga kami terpisah
Tapi kenangannya kekal
Kami takkan mencegah kepergiannya
Hanya ingin mematri wajahnya di hati kami
Hanya ingin memeluk kebadiannya
Hanya ingin memanggul kerandanya
Hanya ingin mengantarkannya menuju gerbang seribu jiwa
Hanya ingin menancapkan prasasti di ujung pintu dunia
Hanya ingin menabur keceriaan laksana karangan bunga
Hanya ingin memanjatkan lautan doa untuknya
Hanya ingin bersamanya walau sejenak,,,
Hanya ingin,, melampiaskan segalanya

Air mata kami bukan memintanya untuk kembali
Jika memang lelah,, biarlah berisitirahat dengan nyaman
Dalam pangkuan Dia Yang Memiliki-nya

Kami hanya menangisi diri kami sendiri
Yang merindukan sejuta petuah bijak
Yang merindukan tangan ringkih pengusap dahaga
Yang merindukan tubuh rapuh sebagai tempat bersandar
Yang merindukan jari lembut di pagi hari
Dan akan selalu merindukannya

Hidup memang singkat
Tapi jika memang “waktu yang singkat” adalah kehendak-Nya,,
Sekali lagi kami ikhlas melepasmu
Karena suatu hari kami akan menjemputmu
Maka tunggulah kami di Taman Firdaus

Monday, 17 September 2007

Wahai pengembara yang lelah

Tak perlu mengucap

Karena dengan menatap,,

Aku tahu kata yang kan terlontar


Tak perlu teteskan air mata

Karena dengan meraba,,

Aku mampu merasakan getirmu


Tapi aku salah

Ternyata aku tak pernah bisa memahami

Bahwa senyum itu semu

Ada perih di balik tawa yang berderai

Perih yang tak pernah kutahu kadarnya


Maafkan aku,,

Jika saat ini jantung itu masih berderap

Jika nisan itu belum tertancap

Aku berjanji akan berubah

Sebagai pelangi yang muncul setelah hujan


Tapi,,

Aku tak meminta waktu diputar kembali

Aku juga tak meminta ruh itu kembali pada kefanaan

Aku menghormati keputusan itu

Menjadi abu di usia belia

Dalam ketakberdayaan kau permainkan takdir


Wahai pengembara yang telah pergi

Terima kasih telah menyadarkanku

Bahwa hanya ada satu matahari di muka bumi ini

Tapi satu saja tak cukup,,

Tak cukup tuk menghangatkan hatimu

Maka aku akan berusaha menjadi matahari kedua

Aku akan berusaha bersinar seterang mentari

Bersinar dan bukan untukmu lagi

Tapi untuk ribuan orang dengan jiwa sepertimu

Aku memang tak pernah mampu membuatmu tersenyum

Bahkan hingga isak terakhirmu

Tapi demi engkau,,

Mulai kini aku kan berusaha

Membuat ribuan orang tersenyum padaku

Agar kau juga tersenyum padaku di sana


Wahai pengembara yang kelelahan

Tunggu aku di sana

Dengan senyum termanis dari nirwana