Saturday, 18 January 2014

Memandang Pertumbuhan Ekonomi Negara

Saya lupa mengutip dari mana, tapi dalam catatan saya terdapat minimal empat tujuan utama dalam ekonomi makro yaitu : 1) full employment, 2) price stability, 3) economic growth, dan 4) viable balance of payments. Masing-masing topik tersebut memerlukan pembahasan yang sangat panjang, namun saya hanya ingin me-review secara singkat topik tentang economic growth (sebenarnya bukan konsepnya, lebih tepatnya tentang pandangan para tokoh terkait hal tersebut).

Economic growth (pertumbuhan ekonomi), ekuivalen dengan kenaikan/penurunan GDP. Adapun GDP sendiri merupakan total produksi barang dan jasa dalam suatu negara. Menurut Mankiw, GDP bisa dihitung dengan menggunakan pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran, ataupun pendekatan nilai tambah. Khusus cara menghitung GDP dengan pendekatan pengeluaran, rumus yang digunakan adalah :
GDP = C + I + G + NX
Di mana C adalah Consumption, I adalah Investment, G adalah Government Spending, dan NX adalah net ekspor (ekspor dikurangi impor).

Kalau dirunut ke masa lalu, sepertinya para tokoh pada jaman dahulu sepakat bahwa pertumbuhan ekonomi yang diindikasikan dari meningkatnya GDP adalah penting (poin pentingnya adalah kesamaan persepsi bahwa pertumbuhan ekonomi adalah penting, walaupun beberapa tokoh tidak secara eksplisit menyebutkan hal tersebut). Walaupun demikian terdapat perbedaan sudut pandang antar tokoh dalam memandang cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana konsep pemerataannya.

Sejak adanya revolusi industri yang dimulai di Inggris pada tahun 1750-an, pendekatan yang diutamakan dalam pertumbuhan ekonomi adalah efisiensi. Dengan adanya revolusi industri, produksi barang dan jasa lebih banyak menggunakan mesin, hal ini dikarenakan mesin memiliki efisiensi (produksi) yang lebih besar dibanding manusia atau hewan. Peran tenaga kerja manusia menjadi tergantikan oleh mesin. Dampak revolusi industri terhadap ekonomi makro adalah semakin melimpahnya output/barang (dengan harga murah) dalam jumlah massal, sehingga perekonomian secara agregat juga semakin meningkat (pertumbuhan ekonomi menjadi tinggi).

Konsep mengenai efisiensi juga tercermin pada teori Adam Smith. Pada tahun 1776, Adam Smith (pelopor perdagangan bebas dan kapitalisme) meluncurkan buku The Wealth of Nation. Adam Smith menyarankan agar pasar dibiarkan bebas tanpa campur tangan siapapun termasuk Pemerintah. Dia meyakini bahwa motif manusia yang seringkali tamak justru akan berdampak positif pada perekonomian secara aggregat. Masing-masing manusia akan mengalokasikan sumber dayanya secara optimal sehingga membuat jumlah produksi dan konsumsi berada pada posisi yang optimal dan membentuk harga sendiri. Tanpa intervensi Pemerintah, masing-masing pelaku perekonomian akan berspesialisasi dalam produksi sehingga perekonomian tumbuh secara efisien pada tingkat yang optimal.

JM Keynes (1936) memiliki pandangan yang berbeda dibanding Adam Smith, karena Keynes memandang penting peran Pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi secara agregat. Dalam melihat GDP, Keynes menggunakan pendekatan aggregate demand. Intinya, semakin banyak spending (baik Consumption ataupun Government Spending) yang dikeluarkan maka akan bagus bagi perekonomian secara makro karena spending meningkatkan aggregate demand. Jadi masyarakat didorong untuk konsumtif agar perekonomian terus berjalan. Ketika masyarakat tidak lagi mempunyai uang untuk konsumtif (contohnya pada saat resesi / Great Depression seperti tahun 1930-an di AS), Keynes menganjurkan Pemerintah meningkatkan Government Spending. Dengan meningkatnya Government Spending (pada saat konsumsi masyarakat turun) maka aggregate demand akan naik (masyarakat terdorong untuk belanja karena uang yang beredar bertambah), produksi naik, sehingga pengangguran turun. Dengan berkurangnya pengangguran maka konsumsi masyarakat akan kembali naik, sehingga perekonomian secara total akan tumbuh kembali.

Pada sisi lain, Karl Marx (1818-1883) memandang ada yang salah dalam sistem kapitalisme. Dalam melihat pertumbuhan GDP, Karl Marx meyakini bahwa semua unsur terlibat dan berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi tersebut, mulai dari kelas bawah/pekerja sampai pemilik modal. Hanya saja dia melihat bahwa kelas pekerja tidak menikmati hasil yang setimpal dari pekerjaannya, padahal masyarakat kelas pekerja tersebut juga berjasa besar dalam perekonomian secara makro (teori pertentangan kelas). Melihat ketidakadilan tersebut, maka dia memunculkan gerakan sosial agar kelas pekerja mendapatkan imbalan yang sepadan dengan pemilik modal (pada saat itu imbalan antara kelas pekerja dan pemilik modal sangat timpang). Intinya Karl Marx menekankan pada aspek keadilan agar pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati segala lapisan masyarakat.

Masing-masing pendapat/teori yang disebutkan di atas memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, misalnya :

  • Pertumbuhan ekonomi yang mengacu pada teori kapitalisme Adam Smith bisa gagal apabila asumsi-asumsi yang mendasari teori tersebut tidak terpenuhi, misalnya disebabkan munculnya asymmetric information, eksternalitas negatif, dan transaction cost yang tidak terduga. Hal ini menyebabkan terjadinya market failure khususnya dalam hal penyediaan public goods.  
  • Pertumbuhan ekonomi yang mengacu pada teori JM Keynes bisa gagal karena adanya Government failure ketika Pemerintah gagal menciptakan pareto efisiensi terhadap sistem pasar. Selain itu manfaat Government Spending seringkali tidak dirasakan secara langsung, karena Government spending seringkali berupa ‘investasi’ yang hasilnya dirasakan nanti (bukan sekarang). Belum lagi apabila berbicara dampak penggelontoran uang Pemerintah (likuiditas) terhadap suku bunga. 
  • Begitupun teori Karl Marx yang menganggap bahwa sosialisme akan terjadi ketika kapitalisme runtuh, padahal ‘katanya’ selama kapitalisme masih bisa memberikan nilai tambah bagi rakyat maka kapitalisme akan selalu ada.


Tidak hanya pertentangan pemikiran dan pandangan tentang faktor pembentuk pertumbuhan ekonomi, saat ini mulai banyak kritik atas indikator ekonomi makro itu sendiri. Indikator ekonomi makro berupa pertumbuhan ekonomi suatu negara belum tentu mencerminkan kondisi riil perekonomian negara tersebut. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi yang tinggi bisa saja hanya didorong/disebabkan oleh segelintir orang berduit di dalam suatu negara (bukan mayoritas masyarakat). Singkatnya, pertumbuhan ekonomi negara yang tinggi belum tentu berarti pertumbuhan ekonomi masyarakat juga tinggi, sehingga belum tentu berkorelasi signifikan dengan kesejahteraan masyarakat luas. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya, maka indikator makro perlu ditunjang dengan indikator yang lain.  

Sebagai penutup disampaikan bahwa pada intinya pertumbuhan ekonomi tetaplah penting. Apapun sistem ekonomi yang dianut baik itu kapitalisme (terinspirasi dari Adam Smith), sosialisme (terinspirasi Karl Marx), ataupun campuran, maka tujuan utamanya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

~~~bukan tulisan ilmiah, hanya review singkat dan dangkal mengingat-ingat topik kuliah~~~

No comments: