Saturday, 18 January 2014

Mengamati Penyelenggaraan Perkeretaapian

Membaca berita yang dimuat di Koran Jakarta tanggal 7 Desember 2013, PT KAI berencana menaikkan harga tiket kereta ekonomi jarak jauh mulai Januari 2014. Menurut Direktur PT KAI, Ignasius Jonan, kenaikan harga tiket disebabkan beberapa hal yaitu belum disetujuinya dana subsidi (PSO) dari Pemerintah dan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Implikasi tidak adanya subsidi adalah penumpang menanggung sendiri biayanya (dan saya rasa cukup berat untuk sebagian masyarakat khususnya menengah ke bawah).

Terlepas dari benar atau tidaknya rencana menaikkan harga tiket KA, saya sebagai eks pengguna KA jarak jauh sebenarnya kurang setuju dengan semakin mahalnya harga KA saat ini. Menerawang masa-masa ketika masih kuliah di Bandung, KA merupakan moda transportasi yang paling logis (logis dalam arti relatif murah dan nyaman) bagi "mahasiswa daerah" yang ingin mudik ke kampung halamannya (di Jawa Timur). Kembali ke jaman sekarang, harga tiket KA saat ini semakin naik dan bahkan tidak berbeda jauh dengan harga tiket pesawat. Memang harga tiket KA diimbangi dengan meningkatnya kualitas (standard) pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Dan harus diakui bahwa manajemen PT KA telah mampu menyehatkan neraca keuangan perusahaan (kinerjanya optimal).

Walaupun demikian, pilihan manajemen PT KAI yang dengan luar biasa memodernkan manajemen/penyelenggaraan perkeretaapian, menimbulkan 'efek samping' bagi masyarakat maupun Pemerintah (sebagaimana dalam ilmu ekonomi, bahwa selalu ada trade off dalam setiap pilihan). Yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa modernisasi manajemen PT KAI berdampak pada berkurangnya fungsi PSO (pernyataan ini adalah pendapat pribadi yang belum teruji kebenarannya secara akademis).

Sebelum melihat sudut pandang PT KAI dan sudut pandang Pemerintah dalam memandang fungsi PSO dalam perkeretaapian, mungkin perlu review sedikit mengenai fungsi kereta api. Secara teori, kereta api sebagai transportasi umum massal tentu punya fungsi sosial. Dengan adanya fungsi sosial tersebut, PT KAI sebagai penyelenggara perkeretaapian tentunya memiliki tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan public service obligation (PSO). Intinya secara konsep, penyelenggaraan perkeretaapian idealnya tidak hanya memikirkan masalah bisnis saja.

DARI SUDUT PANDANG PT KAI
Mungkin apabila manajemen PT KAI dimintakan komentarnya tentang fungsi PSO dalam penyelenggaraan perkeretaapian, pasti akan mengatakan bahwa fungsi PSO masih dianggap penting. Mungkin mereka akan berdalih bahwa fungsi PSO terlihat dari masih disubsidinya pengguna KA kelas ekonomi. Subsidi untuk pengguna KA kelas ekonomi secara utama berasal dari 2 sumber. Sumber pertama berasal dari anggaran subsidi APBN, dan sumber kedua berasal dari subsidi silang pengguna kelas eksekutif kepada kelas ekonomi (tarif kelas eksekutif dinaikkan untuk menyubsidi kelas ekonomi). Pendapat pribadi saya adalah bahwa subsidi untuk masyarakat kelas bawah (pengguna KA kelas ekonomi) memang penting agar mereka dapat memanfaatkan transportasi publik, namun demikian idealnya tarif KA secara keseluruhan (tidak hanya kelas ekonomi, namun juga kelas eksekutif) tidak terlalu mahal. Apalagi saat ini masyarakat punya pilihan,, untuk masyarakat menengah ke bawah bisa naik bus atau motor (walaupun jarak jauh), sedangkan masyarakat menengah ke atas bisa menggunakan berbagai alternatif moda transportasi lainnya (khususnya kendaraan pribadi seperti motor dan mobil).

DARI SUDUT PANDANG PEMERINTAH
Apabila Pemerintah mendukung fungsi PSO yang diemban oleh PT KAI, idealnya Pemerintah meminta PT KAI sebagai Badan Usaha Milik Negara tidak dijalankan dengan motif bisnis semata. Artinya Pemerintah selaku pemilik dari PT KAI tidak menuntut PT KAI mencetak profit sebesar-besarnya. Pendapat pribadi saya, idealnya Pemerintah cukup menetapkan target PT KAI "menyehatkan" cash flow perusahaan, tidak perlu mencetak profit sebesar-besarnya. Walaupun memang perusahaan membutuhkan dana operasional dan dana pengembangan, namun Pemerintah sebaiknya tidak usah muluk2 meminta PT KAI mencetak profit secara berlebihan.

Pemerintah juga harus menunjukkan komitmen dan keberpihakannya kepada PT KAI. Salah satu komitmen Pemerintah dalam mendukung fungsi PSO tercermin pada seberapa besar alokasi APBN berupa "subsidi PSO kepada PT KAI". Komitmen Pemerintah ini penting agar PT KAI memiliki kepastian dalam menentukan business plan sekaligus pada saat menjalankan usahanya.

Apabila Pemerintah ingin menyehatkan PT KA sekaligus mengurangi subsidi APBN, maka Pemerintah perlu mempertimbangkan sumber pembiayaan lain yang memungkinkan PT KAI meraup keuntungan namun di sisi lain tidak memberatkan konsumen. Pemerintah dapat juga mengintegrasikan penyelenggaraan KA dengan penyelenggaraan bisnis properti di sekitar stasiun KA. Keuntungan dari bisnis properti tersebut selanjutnya digunakan untuk menyubsidi para pengguna KA.

DARI SUDUT PANDANG LAIN
Para pengguna kendaraan pribadi idealnya dapat ditarik ke KA, karena kendaraan-kendaraan pribadi inilah yang menyebabkan kemacetan. Semakin banyak kendaraan pribadi maka semakin tinggi pula kebutuhan jalan, padahal idealnya Pemerintah dapat secara halus mengatur orang-orang agar berpindah ke transportasi publik. Apabila pengguna kendaraan pribadi berkurang dan PT KAI dapat mengangkut sebanyak mungkin orang, maka Pemerintah "tidak perlu membangun jalan secara besar-besaran". Sebagai catatan, memang harus diakui bahwa pengguna kendaraan pribadi kebanyakan bukanlah masyarakat kelas bawah, sehingga perlu strategi jitu untuk menarik masyarakat menengah-atas agar mau menggunakan transportasi umum, apalagi untuk KA jarak jauh bersaing dengan maskapai low cost carrier.

Sebagai penutup, saya setuju bahwa KA harus di-anakemas-kan (sebagaimana Pemprov DKI menganakemaskan busway). Konsep ini harus tercermin dalam kebijakan Pemerintah (khususnya Pemerintah Pusat) secara nyata dan tidak bisa setengah-setengah. Pada masa mendatang, tidak perlu membangun jalan antar provinsi/kota secara besar-besaran, tapi fokus saja pada pengembangan KA. Pengembangan KA tersebut selanjutnya didukung dengan pengembangan jalan (jalan merupakan komplemen, bukan yang utama).

~~hanyalah pendapat pribadi~~

No comments: